Artikel Tentang 5 Pengusaha yang Sukses

5 PENGUSAHA MUDA YANG SUKSES
Kelompok :
·         Triwinner Sianipar
·         Yulian Prayugo


Rangga Umara: menjadikan pecel lele naik kelas

Kisah hidup berliku dari seorang pejuang kehidupan dengan tekad bulat dan keyakinan pada akhirnya berbuah manis. Jerih payah, jatuh-bangun membangun bisnis pada akhirnya dirasakan oleh Rangga Umara (31),pemilik RM Pecel Lele Lela. Sebelum banting setir memilih jalan pengusaha, Rangga adalah karyawan dengan posisi manajer di perusahaan swasta. Mengetahui perusahaan tempat kerjanya tidak sehat dan tinggal menunggu giliran PHK, setelah teman-temannya terkena PHK, Rangga mulai memikirkan jalan hidup lain. Pengalaman itu membuat Rangga tidak mau lagi menjadi karyawan.
Pada akhirnya, Rangga mulai merintis bisnis sendiri. Diawali dengan tidak ada ide, bisa dikatakan dengan modal nekat dan niat, Rangga membuka warung seafood kaki lima dengan diferensiasi tempat dibuat unik. Modal pertama hanya tiga juta, itu pun dari hasil menjual barang-barang pribadinya. Sampai tiga bulan pertama, warung seafood-nya masih sepi pengunjung.
Merasa bahwa lokasi yang menjadi kendala utama, Rangga pun mulai mencari tempat lain. Rangga menawarkan kerja sama dengan warung makan lainnya, tetapi selalu ditolak. Sampai suatu hari Rangga mendatangi sebuah rumah makan semipermanen di kawasan tempat makan, di kawasan Pondok Kelapa. Pemilik rumah makan itu juga menolak tawaran kerja sama yang diajukan Rangga. Ia justru menawari membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Karena keterbatasan modal, Rangga menolak membeli peralatan rumah makan tersebut. Ia hanya menyewa tempat seharga Rp1 juta per bulan.
Di tempat usaha yang baru, Rangga memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan favorit saat kuliah. Lagi-lagi nasib baik belum menghampirinya. Ketika berjualan lele, yang laku malahan ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih pulang. Rangga berkeyakinan bahwa menu masakan lele itu enak. Untuk mengujinya, ia menawari pembeli untuk mencicipi menu lele dan keyakinannya itu diperkuat oleh pendapat pengunjung.
Naluri wirausaha Rangga pada momen itu sangat kuat. Dia mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain. Lele yang biasanya di rumah makan hanya menjadi menu tambahan, oleh Rangga disajikan sebagai menu utama. Bagaimana membuat hal yang tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat diterima oleh konsumen? Di tahap ini, naluri inovasi Rangga menunjukan kebolehannya. Inovasi hidangan lele untuk menonjolkan kelebihan lele sebagai menu makanan yang terletak pada kelembutan dagingnya dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan yang tidak menarik dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung yang lambat laun disukai konsumen.
Setelah pindah ke tempat baru, pendapatan rumah makan rangga meningkat menjadi Rp3 juta per bulan. Membandingkan dengan gaji sebagai karyawan yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan rumamakannya, Rangga berniat untuk lebih total menekuni bisnisnya. Usaha warung makan lele Rangga yang masih baru dan mulai direspon baik oleh konsumen, tidak terlepas dari kendala. Lokasi yang pada awalnya menjadi kendala, sudah teratasi, selanjutnya muncul tantangan baru. Tahu usaha rumah makan lele Rangga laris, pemilik rumah makan menaikan sewanya menjadi Rp2 juta per bulan. Belum lagi Rangga harus memikirkan gaji tiga karyawan yang menggantungkan nasibnya kepada dirinya.
Sementara pendapatan menjadi minus karena kenaikan biaya sewa dan gaji karyawan, Rangga terjebak oleh rentenir dengan berutang sebesar Rp5 juta. Usaha Rangga sempat mengalami jatuh-bangun. Dari pengalaman itu, mental wirausahawan Rangga terbangun. Seiring berjalannya waktu, Rangga mulai bijak menghadapi tekanan dan tantangan. Usahanya pun berbuah manis.  Berkat lele goreng tepung andalan, rumah makan Rangga semakin ramai pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makannya di Pondok Kelapa. Selanjutnya, Rangga membuat putusan besar dengan pindah tempat dari tempat rumah makan sebelumnya yang disewa Rp2 juta per bulan. Tidak hanya itu, inovasi masakan lele terus berlanjut dengan sajian tiga menu utama, yaitu lele goreng tepung, lele filet kremes, dan lele saus padang.
Ketika usaha warung makan sedang menanjak, Rangga dihadapkan pada masalah baru lagi, yaitu koki utamanya keluar dan diketahui dia membuat usaha sejenis. Rangga kecewa, mengapa tidak berbicara sebelumnya karena kalau tahu tentunya dapat dikerjasamakan dan saling mendukung. Masalah terselesaikan ketika tidak direncanakan Rangga bertemu teman lamanya saat SMA, Bambang. Bambang pada saat itu bekerja di restoran cepat saji. Keduanya kemudian bercerita, bertukar pikiran dan pengalaman mengenai makanan dan bisnis rumah makan. Lalu, Rangga menjadikan Bambang sebagai konsultannya kecil-kecilan dengan honor hanya mengganti uang besin.
Ketika bisnis mulai menanjak, Rangga membangun fondasi usahanya, meletakkan pijakan dasar berupa budaya kerja dengan membuat SPO dengan dibantu oleh Bambang. Pada tahap pengembangan ini, perananBambang sangat besar membantu Rangga. SPO menjadi dasar pembukaan cabang lainnya untuk mengontrol kualitas makanan agar rasanya tidak berubah-ubah dan pelayanannya pun mempunyai diferensiasi trersendiri. Pada akhirnya Bambang menjadi general manager Pecel Lele Lela.
Pada 2009, menanggapi banyaknya permintaan, Rangga mulai mewaralabakan Pecel Lele Lela. Waralaba Pecel Lele Lela berdampak positif untuk pengembangan usaha. Pecel Lele Lela lebih dikenal oleh masyarakatdan selanjutnya permintaan konsumen pun meningkat. Waralaba lele Lela diminati banyak orang, bahkan sampai ke luar daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan.
Lele Lela berhasil menjaga kualitas rasa dan layanan yang menjadi kunci sukses bisnis kuliner. Tidak hanya itu, untuk menjaga bisnis tetap dalam fase pertumbuhan, Lele Lela terus berinovasi dengan rasa, mengembangkan berbagai menu hidangan lele yang khas dan berbeda. Inovasi di sisi layanan Lele Lela mengembangkan budaya sambutan ucapan “Selamat Pagi” kepada setiap konsumen yang datang meskipun waktunya siang, sore, dan malam. Rangga menunjukkan bahwasanya seorang wirausahawan haruslah kreatif dan inovatis mengembangkan nilai-nilai baru untuk meningkatkan nilai produknya.
Sekarang ini Lele Lela mendapatkan permintaan waralaba dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura. Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan direalisasikan tahun ini. Nama Lela sendiri sebenarnya hanyalah singkatan, yaitu Lebih Laku. Ini sekaligus menjadi doa supaya Lele Lela terus berkembang. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Rangga ketika Pecel Lele Lela ikut mengisi menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana Negara, dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Selain itu, tahun lalu Rangga selaku pendiri dan pemilik Lele Lela juga menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan Kelautan karena usahanya dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan. Penghargaan lain yang juga diraihnya adalah Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah. Dua penghargaan ini makin memotivasi Rangga untuk lebih giat bekerja menjadikan lele sebagai menu modern.
Kesuksesan yang dicapai Rangga bukan semata-mata hanya kematangan konsep dan kematangan menu,tetapi juga totalitas dan komitmen karyawan sebagai bagian aktor yang ikut membesarkan Lele Lela. Kini omset seluruh cabang mencapai Rp1,8 miliar per bulan. Sampai kini, Rangga masih memegang keyakinanbahwa jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses.



Ahmad Anggoro Pengusaha kaos

Ahmad Anggoro, kini berusia sekitar 23 tahun. Pemuda yang lahir pada tanggal 9 september 1991 silam, ternyata mampu meraih kesuksesan lebih cepat di bandingkan kebanyakan orang lain. Di usianya yang masih terbilang muda, pria kelahiran Kediri ini mampu menjadi pengusaha sukses dengan omzet ratusan juta rupiah perbulan dari peluang usaha clothing yang telah ia jalani sejak tahun 2010. Lalu seperti apa kisah pemuda sukses ini?

Ahmad anggoro hanyalah seorang lulusan SMK swasta yang merupakan anak sulung dari sepasang suami istri yang tidak kaya. Berasal dari keluarga yang biasa - biasa saja membuat pemuda ini nekad merantau ke Jakarta. Dengan hanya bermodalkan ijazah SMK dan uang seadanya, ia kemudian mencoba peruntungannya di kota metropolitan di Jakarta. Sesampainya di Jakarta, beliau kemudian tinggal di sebuah kontrakan kecil di Jakarta Timur.

Harapan untuk sukses di kota Jakarta memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebelum ia sukses, ia pernah bekerja sebagai buruh pabrik kayu. 2 Bulan bekerja di pabrik tersebut, beliau kemudian menjadi penjaga warnet dengan hasil bulanan sekitar Rp. 700.000,- / bulan. Dengan gaji sekecil itu tentu sangat kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di Jakarta. Ia berpikir keras, peluang usaha apakah yang sekiranya dapat ia jadikan usaha sampingan agar ia bisa sukses.

Satu fakta yang ia sadari adalah Ahmad memiliki kemampuan menggambar. Ia menyadari bahwa potensi yang di milikinya adalah dalam hal grafis atau menggambar. Dari sini timbul ide untuk menjalankan usaha clothing. Setelah melakukan survey pasar, Ahmad menyimpulkan bahwa usaha clothing atau pembuatan pakaian. Ia menyimpulkan bahwa usaha pembuatan pakaian masih memiliki potensi yang sangat besar untuk di jalankan karena banyaknya peminat terlebih para anak muda yang gemar mengoleksi kaus atau pakaian. Dari sinilah kemudian cerita suksesnya bermula.

Dengan modal 2 juta yang ia dapatkan dari hasil menabung gaji di warnetnya selama satu tahun. Ia kemudian terjun ke dunia bisnis bagian clothing. Karena ia tidak memiliki pengalaman di bidang sablon dan sebagainya, beliau berinisiatif untuk belajar secara otodidak. Dan kemudian dia berhasil memproduksi kaos dengan labelnya sendiri. Ia membeli kaos dalam jumlah besar kemudian ia membuat desain untuk kaosnya lalu mencari tukang sablon yang dapat mencetak gambar - gambar yang telah ia desain di kaosnya.

Kaos hasil kreasinya kemudian ia pasarkan kepada teman - temannya melalui lewat jejaring sosial atau selebaran. Setelah beberapa menjalankan bisnis ini, ia tak luput dari halangan dan rintangan. Tepatnya pada tahun 2010, di tahun pertamanya menjalankan bisnis kaos, ia rupanya mengalami kerugian besar karena uangnya di curi oleh salah satu sahabatnya sendiri, terlebih produk yang di hasilkan kurang laku di pasaran lantaran masih kalah dengan produk yang sudah lebih dahulu terkenal. 

Kegagalan bukan berarti berakhir. Ahmad Anggoro tahu itu, ia tetap saja berusaha dan tak kenal menyerah. Berbekal dari pengalaman, ia kemudian berinovasi untuk membuat kaos dengan desain lebih modern, simple dan mengikuti trend perkembangan jaman saat ini.

Titik terang usahanya mulai kelihatan pada tahun  2011,Produk kaos yang ia hasilkan mulai di kenal orang dan permintaan juga mulai membanjir. Dengan beragama desain dan tampilan yang moedern, kaosnya mulai laku di pasaran dan menghasilkan keuntungan yang lumayan besar. Dengan biaya pembuatan sebesar Rp. 30.000 - Rp. 40.000, ia menjual kasonya seharga Rp. 100.000,- dengan kata lain untuk tiap item ia dapat menghasilkan keuntungan sekitar Rp. 60 ribu hingga Rp. 70 ribu / item. Sementara penjualan kaos perbulannya dapat mencapai 60 - 70 item.

Seiring dengan kemajuan usahanya, ia mencoba berinovasi dengan menjual produk selain kaos seperti Tas, Dompet, celana dll. Kini, di usianya yang masih sangat muda, Ia telah mendapatkan omzet usaha sekitar Rp. 100.000.000,- perbulan. Tak hanya itu, secara tidak langsung pemuda asal Kediri ini telah membka lapangan kerja baru bagi 50 pekerja yang bekerja di tempat usahanya. Kini ia telah memiliki berbagai hal yang di inginkan oleh pemuda kebanyakan termasuk saya pribadi, mobil, istri, rumah pribadi dan tentunya memberangkatkan orangtuanya untuk melaksanakan ibadah haji.


Hamzah Izzulhaq pengusaha muda
 Bisnis bimbel 

Modal sisa untung berjualan pulsa, ia gunakan untuk membeli mesin pembuat pin. Waktu itu ia masih kelas 2 SMA. Namun, lagi- lagi usahanya gagal, Hamzah yang tak mengerti mesin akhirnya justru mematahkan alat tersebut. Sang ayah pun marah besar mendengarnya. Tapi, Hamzah masih ingin terus menyalurkan hasrat bisnisnya. Dimulai di tahun 2004, sebuah seminar bisnis membuka mata Hamzah, bagaimana sebuah bisnis bimbel seharusnya dikerjakan dan apa prospeknya.
Itulah menjadi panggilan tersendiri baginya. Ia termasuk tipe berani mencoba tanpa harus ada embel embel passion. Dia benar- benar selalu merasa pekerjaanya adalah passionya, bisnis -lah passionnya. Dia pun mencoba bertanya tentang bisnis bimbel langsung. Sebagai catatan menarik Hamzah bukanlah dari keluarga tidak mampu. Ayahnya merupakan seorang dosen di Universitas Gunadarma, beliau yakin anaknya bukan tipe pemalas selalu mendukung langkahnya.
Dimulai dari awal sekolah dasar, Hamzah mulai mencari- cari tambahan uang jajan. Dia mulai mencari- cari uangnya sendiri dari mengamen hingga ojek payung. Dia bahkan pernah menjadi seorang tukang parkir. Adanya seminar bimbel, dia benar- benar menginginkan bimbelnya sendiri, tapi tak membangunnya dari nol. Kala itu si empunya Bimbel memberikan penawaran menggiurkan kepadanya. Tak ayal, dangan pasti, dia meminjam uang 70 juta dari ayahnya tanpa ragu untuk sebuah bisnis.
Berkaca dari kegagalan, dimana dia pernah membuka bisnis pembuatan pin hingga mematahkan alatnya. Ayah dan ibunya terlihat cukup ragu kala Hamzah mengutarakan niatnya. Tetapi, Hamzah terus meyakinkan ayah dan ibunya bahwa bimbel merupakan jalan kesuksesannya. Dia langsung menghubungi pembicara seminar untuk lebih lanjutan ketika ijin itu datang. Caranya? dia mempelajari serius semuanya dari merketing, keuangan, hingga prospek. Dia benar- benar ingin menekuni bimblenya.
Dia mengambil alih satu system, semua pengajar dan juga UTANG -nya. Untung, pemilik bimbel bukanlah seorang yang memanfaatkan keseriusannya atau sejenis penipuan. Bisnis mengambil alih punya satu tantangan tersendiri, berbeda dengan memulai dari nol, ia harus menjaga semuanya tetap stabil di awal- awal tahun. Dia harus memastikan dengan datang sendiri ke bimbel lalu berdiskusi bersama pengejarnya. Jika dia benar- benar tidak belajar sudah dipastikan bimbel akan rutuh.
Dia tidak mau setengah- setengah apalagi modalnya uang mobil 70 juta. Dia fokus harus mengembalikan uang tersebut berbentuk mobil untuk ayah dan bunya. Jika berhasil bertahan, bimbelnya akan terlihat hasilnya lambat laun jika tidak ada media promosi; bukan perkara mudah. Dia bisa diibaratkan seperti mengambil alih perusahaan utuh. Hamzah harus membayar mahal serta belajar keras mengikuti alur.


Dengan kemampuan menganalisanya, ia yakin melawan rasa takut akan kerugian. Berhasil mengembangkan usaha bimbelnya hingga total ada 44 cabang. Barapa yang dia dapat? 730 juta pertahun, sebuah nilai yang sangat tinggi untuk pemuda 19 tahun. Tidak puas hanya bisnis bimbel, Hamzah merambah dunai sofabed dari mengambil alih usaha orang lain. Cara yang hampir sama dengan bimbelnya, mungkin juga bakatnya untuk mengambil bisnis.

Dengan pengalamannya mengelola bimbel, dia memiliki kepercayaan tinggi untuk mengelolai usaha barunya. Tak ayal, dar bisnis sofabed berkembang secara baik walau cukup tersendat di awal. Dikutip dari berbagai sumber, Hamzah Izzulhaq sang pengusahan muda, memiliki prinsip tersendiri mengenai menjadi entrepreneur atau wirausahawan. Hamzah adalah pengusaha muda, pemilik CV. Hamasa, yang memiliki cabang usaha waralaba bimbel dan bisnis sofa bed.

Dia menyebut lima prinsip juga akan berlaku bagi kita semua. Apa itu, itu adalah:

Pertama, memperbaiki kualitas hubungan dengan lingkungan. Lingkungan membangun karakter menjadi seorang entrepreneur. Mungkin, kita akan menemukan kata "ah, ngapain sih bisnis? nanti aja""sok tua loh hidup aja dulu". Hamzah menekankan kita jika berteman dengan orang pesimis seperti ini, maka kita akan ikut pesimis.

Kedua, bagi anda yang ingin memulai bisnis, jangan memulai dari nol. Dia berkata "kalau istilah tangga, ada tangga 1 sampai 5, maka kita bisa memulai dari tangga 4 atau lima. Misalnya, kita bisa meneruskan usaha yang dirintis orang lain."

Ketiga, Jangan pernah jadi seorang NATO (No Action Talk Only). Jika punya kayakinan, kita harus bisa memperjuangkannya Kita membutuhkan action cepat. Hamzah mayakinkan bahwa usaha tanpa action sama saja berbohong kepada semuanya.

Keempat, perbaiki hubungan dengan Tuhan dan orang tua. Orang tua akan mendoakan kita yang terbaik hingga mencapai kesuksesan. Sedangkan, ketika dekat dengan Tuhan maka kita tidak akan terjebak kesombongan setelah menjadi sukses.

Kelima, ingatlah kepada sesama. Kita tidak boleh lupa power of giving, bersedekah akan membantu menjadi pengusaha sukses. Janganlah kita melihat siapa yang bicara tetapi isi yang dibicarakannya.

Theresia Deka Putri


Theresia Deka Putri, 27 tahun, memulai debutnya di dunia wirasusaha modal kepercayaan akan peluang. Dia yakin kepada kopi, terutama jenis kopi luwak, yang mampu mengantarnya ke pintu kesuksesan. Awal mulanya menjadi tenaga pemasaran kopi eceran. Ia lantas bertekat membangun bisnis sendiri. Dia belajar menjadi seorang ahli kopi otodidak. Tahun 2007, bermodal sekitar Rp. 200 juta, Putri bulatkan mengerjakan bisnis kopi luwak.

Kopi luwak sendiri

Putri selalu berpikir tentang menciptakan produknya sendiri. Tanpa mengandalkan perusahaan supplyer. Dia ingin memiliki kebun sendiri, dan juga luwak sendiri. Relasi yang kuat menjadi andalan memastikan kekuatan mereknya. "Dari pemilik warung, saya memahami selera kopi yang digemari konsumen. Itu pengalaman berharga." Dia akhirnya memiliki kebun sendiri sebesar empat hektar. Namun kebutuhan semakin meningkat, akhirnya Putri urung melepaskan supplyer.

Dia menjalin kemitraan dengan para petani kopi di kawasan Bondowoso dan Malang. Meski punya produk sendiri, dia tetap menjajakan produk lain dari perusahaan lainnya. Ia melakukan hal tersebut sebagai upaya memberikan variasi pada produk CV. Karya Semesta. Setelah resmi satu tahun perusahaan beroperasi telah memproduksi dan menjual produknya sendiri, pada 2011, Theresia Deka Putri menghasilkan omset Rp. 1 miliar pertamanya.

Tahun lalu Putri telah sukses bisa memenuhi 90% dari target dengan omzet Rp 1,6 miliar yang dipatoknya.


"Ada saja tantangannya. Tapi ibarat manusia, kita tidak bisa mengarahkan angin, tetapi masih bisa mengarahkan layar. Ini yang saya lakukan untuk orang tua, mungkin mereka di sana (surga) bisa melihat saya sukses disini," tutur Putri.

Kunci sukses ada di aneka pasar ditarget. Putri telah memiliki segementasi luas di tiap produknya. Tak lagi fokus kepada kelas premium. Gajah Hitam memiliki segmen kalangan menengah bawah dari warung ke warung. Dua merek lain, Luwak Lanang dan Luwak Landep dipilih menjadi produk kelas premium, yang menyasar penikmat kopi menengah atas.

"Kopi Luwak Lanang selalu habis dipesan orang dari luar negeri," ujarnya.

Sesuai namanya, Luwak Lanang merupakan produk premium berasal dari fermentasi biji kopi dari luwak jantan. Hal tersebut dimaksud memunculkan aroma khas. "Luwak jantan mengeluarkan enzim jauh lebih kuat dari betinanya." Demikian pula Lanang Landep, Ia hanya menggunakan biji- biji kopi tunggal atau biji kopi lanang (pearl berry). Biji kopi tersebut disortir secara ketat mencari di kumpulan biji kopi.

Setiap bulan, perusahaan mengeluarkan berton- ton biji kopi. Luwak Lanang saja bisa membutuhkan 1,6 ton biji kopi untuk diproduksi. Ini semua berkat aneka pameran yang diikutinya setiap ada kesempatan. Tak heran jikalau perusahaan miliknya mampu mendapatkan banyak penghargaan dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Meski begitu, Putri masih berpikir perusahaannya butuh produk- produk olahan baru, seperti minuman teh.

Putri ingin menciptakan kesan lebih lewat kemasan, mengingat itu merupakan kunci sukses lainnya. Kini dia bahkan sudah punya alat- alat pembuat kemasannya sendiri. Lain hal, ia melakukan lain hal bagaimana memenuhi permintaan pasar. Hasilnya, kali ini setiap bulan, ia bisa memproses berton- ton biji kopi. Lalu ia mengemasnya sendiri. Produk andalan masih Kopi Luwak Lanang, darisana ia mengaku mengolah 1,6 ton biji kopi tiap harinya.

Diluar itu ia bisa mendapatkan puluhan ton jelasnya kepada Kontan. Tak heran jika penghargaan mengalir di tangan gadis 25 tahun ini. Yaitu penghargaan dari Kementrian Koperasi Usaha Kecil Menengah (UMKM). Setelah sekian lama berencana Putri pun sudah punya produk teh sendiri. Tercatat dia pemilik produk teh yang berlabel Gambung Tea. Wanita yang menyenyam pendidikan Manajemen ini tetap fokus pada paket dalam produknya.

Setiap saset dibuatnya semenarik mungkin. Lantas, siapakah Theresia Deka Putri?  Bagaimana ia mengemas dirinya, sosoknya sudahlah jelas seorang pekerja keras, yang memang sudah aktif berbisnis sejak kecil. Ini bisa jadi satu catatan bagi kamu. Sedari sekolah ia sudah berjualan sepatu sendiri, baju, serta aneka produk fashion. Saat itu, seperti orang seusianya, pelanggan Putri hanyalah keluarga dan teman- teman sekolahnya.

Tahun 2002, tercatat ia merambah bisnis teh bermodal keyakinan dari salah satu produsen.

"Saya turut berkeliling dari warung ke warung untuk tawarkan bermacam product minuman itu," kenang wanita yg besar di Gresik ini.
Kegigihannya menjadikan koneksi kuat di jaringan warung- warung kopi di kawasan kota dan kabupaten lain di Jawa Timur. Tak cuma tinggal diam, ia membuat produknya sendiri, sukses Kopi Lanang ini berkat mimpinya ditambah kerja keras. Tahun 2008, dia cuma bermodal pemanggan milik orang lain. Yaitu memanggang dengan penggorengan terakota. Sebuah tempat penggilingan biji kopi yang memberikan satu layanan bagi kamu menggiling sendiri.




Purdi E. Chandra


               Kisah sukses pengusaha kecil pendiri sebuah lembaga pedidikan yang awalnya hanya mempunyai satu atau dua murid saja, kini telah memiliki ratusan ribu murid yang hampir tersebar dari Sabang sampai Merauke.

               Bahkan di tangan beliau, lembaga pendidikan ini berhasil meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia. Pasti anda tak habis pikir karena bisnis yang besar dimulai dari bisnis yang kecil, yang hanya satu cabang, dan yang paling parah cuma dua orang murid saja. Tokoh yang satu ini patutlah diangkat kisah perjalanan usahanya sebagai inspirasi kita semua. Namun siapa sangka, keberhasilannya merintis usaha ini ternyata penuh dengan jatuh bangun. Ia sering dihadapi dengan cobaan dan rintangan.

           Tetapi berbekal kerja keras dan semangat pantang menyerah, akhirnya ia mampu untuk memperluas kesempatan kerja bagi semua orang yang ingin berkarya bersama beliau. Buktinya beliau kini memiliki berbagai bisnis yang banyak dan tersebar di seluruh nusantara.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Kelompok IAD (Tanah Longsor)

Koperasi Sebagai Badan Usaha